Selasa, 21 Maret 2017

Pelatihan UMKM

Selamat datang Bapak Ibu Owner UMKM di kampus Unisma. Selamat mengikuti Pelatihan ICT untuk pengembangan usaha Anda. Semoga berkah

Minggu, 14 September 2014

Penduduk Surga Akan Melihat Allah

Barangsiapa menggambarkan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat yang ada pada manusia, maka dia telah kufur. Orang yang memahami permasalahan ini akan dapat mengambil pelajaran, akan meng-hindarkan diri dari perkataan orang-orang kafir yang sesat, dan akan mengetahui bahwa sifat-sifat Allah berbeda dengan sifat-sifat manusia. 

Bahwa para penduduk surga akan melihat Allah adalah benar. Akan tetapi, mereka melihat Allah tidak secara keseluruhan dan tidak bisa digambar-kan bagaimana mereka melihat. Allah berfirman: “Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Mereka melihat Tuhan mereka.” (QS. Al Qiyamah: 22-23) Menafsirkan makna melihat wajah Allah harus se-suai dengan yang dikehendaki dan diketahui Allah. Informasi dalam hadits-hadits Nabi yang menyebutkan masalah ini harus kita pahami secara tekstual (sebagaimana yang dikehendaki Allah), tidak boleh ditakwil dengan pendapat-pendapat kita, atau menduga-duga berdasarkan hawa nafsu kita. Tidak akan selamat agama seseorang kecuali jika dia berserah diri kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa Sallam serta mengembalikan ilmu yang kurang jelas baginya kepada orang yang mengetahuinya.

Penjelasan:
Perlu diketahui bahwa hadits-hadits yang menyebutkan bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah pada hari kiamat sangat banyak jumlahnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa hadits-hadits tentang melihat wajah Allahmencapai derajat mutawatir. Di antara ulama yang menyatakan demikian adalah Ibnu Abil ‘Iz, salah seorang pemberi syarah kitab ini. Dia telah mentakhrij sebagian hadits tersebut dan berkata, “Ada sekitar tiga puluh sahabat meriwayatkan hadits tentang melihat wajah Allah.

Orang yang telah mengetahui bahwa hadits-hadits tentang melihat wajah Allah keadaannya demikian, niscaya dia akan mengakui bahwa memang Nabi mengatakan begitu. Kalau saya tidak berketetapan hati untuk meringkas pembahasan ini niscaya akan saya muatkan hadits-hadits tersebut.” Kemudian Ibnu Abdil ‘Iz berkata, “Melihat Allah disamakan dengan melihat matahari dan bulan, bukan berarti menyamakan wujud Allah dengan makhluk-Nya. Dalam hal ini yang disamakan adalah kata kerja ‘melihat’, bukan obyek yang dilihat. Karena tidak mungkin seseorang melihat sesuatu kalau tidak menghadap kepada sesuatu itu. Dan di situ terdapat dalil bahwa Allah mem-punyai sifat tinggi jauh di atas makhluk-Nya. Kalau ada yang berkata, “Allah bisa dilihat tetapi tidak pada  arah tertentu,” mungkin akalnya tidak sehat atau ada suatu gangguan pada akalnya! Karena, kalau ada orang melihat sesuatu, tetapi dia bilang sesuatu itu tidak berada di depannya, di bela-kangnya, di sebelah kanannya, di sebelah kirinya, di sebelah atasnya, atau di sebelah bawahnya, pasti hal itu ditolak oleh orang yang masih menggunakan pikirannya yang waras.” Adapun tentang pertanyaan apakah Allah bisa dilihat sewaktu
kita masih berada di dunia initelah terjawab oleh hadits shahih.

Dalam hadits tersebut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa tidak ada seorang pun bisa melihat Allah selama dia hidup di dunia ini. Kemudian tentang pertanyaan apakah Rasulullah bisa melihat Allahtidak boleh kita gegabah menolaknya begitu saja kalau ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. Akan tetapi, ternyata beliau sendiri memberi isyarat menolaknya. Tatkala ditanya tentang hal tersebut beliau menjawab, “Cahaya. Saya melihat cahaya!” Oleh karena itu, Aisyah secara tegas menolak hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam kitab Ash Shahihain. Itulah yang harus kita jadikan pegangan.

Memahami melihat wajah Allah disesuaikan menurut kehendak dan ilmu Allah maksudnya kita tidak boleh turut campur dalam masalah tersebut, dengan mentakwil atau memasukkan pikiran-pikiran kita. Orang yang selamat urusan agamanya adalah orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah dan Rasul-Nya, serta menyerahkan perkara-perkara berkenaan dengan sifat-sifat Allah yang tidak diketahuinya kepada orang-orang yang paham tentang hal tersebut.

Senyum, Sapa, Salam

Sebuah kebiasaan baik dari para salaf kita yang jarang sekali ditemukan di zaman ini adalah mengucapkan salam kepada yang dijumpainya entah kenal apalagi yang tidak kenal. Padahal dalam salah satu sabdanya, Rasulullah menghasung kepada siapa saja yang bertemu dengan sesamanya yang kenal ataupun tidak kenal untuk saling berucap salam. Di dalam salam itu mengandung doa keselamatan, kesejahteraan dan keberkahan. Dan dalam sabdanya yang lain, Rasulullah juga menyebutkan diantara hikmah dan manfaat saling mengucapkan salam adalah merekatkan ukhuwah dan memupus rasa benci.